Berada di Wilayah Perbatasan Republik Indonesia dengan Negara Papua Nugini menjadi keuntungan tersendiri bagi warga Kampung Yanggandur, Distrik Sota, Merauke, Papua Selatan.
Melimpahnya sumber daya hutan menjadi modal tersendiri untuk memanfaatkan hasil hutan untuk mendapatkan penghasilan tambahan.
Thersesia Agnesia Maturbongs misalnya, wanita yang berprofesi sebagai seorang guru di sebuah sekolah dasar di Kampung Yanggandur ini tak tinggal diam saja melihat kekayaan alam yang ada di sekitarnya.
Hesty sapaan akrabnya membuat sejumlah produk UMKM di rumahnya. UMKM nya juga berbahan dasar dari hutan yang ada di kampung mereka. Sebut saja minyak kayu putih, produk buah merah, teh sarang semut, minyak sere, minyak kemiri hingga produk unggulannya berupa madu.
Madu unggulan Hesty ini dikelola di sebuah becak yang diberi nama Bevak Pokos, Nama ini juga sekaligus merek madunya yakni Madu Bevak Pokos . Proses produksinya pun melibatkan Mama-Mama Papua yang tinggal di sekitar rumahnya.
Apa yang dilakukan Hesty menjadi sebuah praktik baik dalam pemanfaatan hasil hutan non kayu.
Dirinya memilih memanfaatkan hasil hutan tanpa merusak rantai produksi hasil hutan yang melimpah di wilayah perbatasan yang juga masuk ke dalam Wilayah Balai Taman Nasional Wasur.
Hal ini tak terlepas dari kegiatannya yang senantiasa mengajarkan tentang lingkungan sekitar tempat mereka tinggal yang sumber daya alamnya masih sangat melimpah dan bisa dimanfaatkan tanpa merusak ekosistem alam.
Dirinya menceritakan bagaimana niatnya untuk membangun dan menjaga kelestarian alam kampungnya dengan kembali mengabdi menjadi Guru Sekolah Dasar di Kampung Yanggandur.
“Saya bersekolah menjadi guru agar bisa kembali ketempat asal saya membangun masyarakat di sana agar mereka bisa menjadi penerus yang baik dalam mengelola sumber daya alam yang melimpah,” ujar Hesty
Hal ini dibuktikan Hesty dengan memperlihatkan kekayaan alam dari Hutan Yanggandur dengan membudidayakan madu yang berkualitas yang dihasilkan oleh lebah endemik Hutan Yanggandur.
Budidaya Madu Pokosnya juga memanfaatkan sekeliling pekarangan rumahnya, ini terlihat saat mengunjungi rumahnya, terlihat sejumlah rumah Lebah mirip kotak surat berdiri kokoh.
Pemberdayaan masyarakat lokal, dilakukan baik dalam membudidayakan lebah, proses pemerasan, pengemasan dan pemeliharan budidaya madu.
Madu yang ia budidayakan merupakan madu hutan murni yang dihasilkan dari jenis lebah Aistroplebecia Cincta dan lebah Tetragonullla CF Mellipes dimana, kedua madu ini termasuk kategori lebah madu tanpa sengat.
Hesty mengatakan lebah yang ia budidayakan menjadi spesial karena lebah Austroplebecia Cincta merupakn jenis lebah endemik karena hanya terdapat di Papua Selatan, Papua Nugini dan Australia.
Meski sekali melakukan panen harus menunggu selama kurang lebih 8 bulan lamanya, namun tak menyurutkan semangat Hesty dan komunitasnya untuk tetap melakukan budidaya lebah madu endemic. Pasalnya dari segi durasi panen Ini tentu berbeda dengan proses panen madu lainya yang dapat dipanen 3 bulan sekali.
Namun usaha yang mereka lakukan tak sia-sia, pasalnya madu yang mereka budidayakan sudah dikenal luas oleh masyarakat Merauke.
Berhasilnya pun nampak saat mengikuti event pameran UMKM dan menjadi finalis dalam ajang nasional yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.