9 Oktober 2024
IMG-20240512-WA0030
Hesty sedang memperlihatkan rumah lebah madu yang ia buduidayakan di sekitar rumahnya
Share

Berada di Wilayah Perbatasan Republik Indonesia dengan Negara Papua Nugini menjadi keuntungan tersendiri bagi warga Kampung Yanggandur, Distrik Sota, Merauke, Papua Selatan.

Melimpahnya sumber daya hutan menjadi modal tersendiri untuk memanfaatkan hasil hutan untuk mendapatkan penghasilan tambahan.

Thersesia Agnesia Maturbongs misalnya, wanita yang berprofesi sebagai seorang guru di sebuah sekolah dasar di Kampung Yanggandur ini tak tinggal diam saja melihat kekayaan alam yang ada di sekitarnya.

Hesty  sapaan akrabnya membuat sejumlah produk UMKM di rumahnya. UMKM nya juga berbahan dasar dari hutan yang ada di kampung mereka. Sebut saja minyak kayu putih, produk buah merah, teh sarang semut, minyak sere, minyak kemiri hingga produk unggulannya berupa madu.

Madu unggulan Hesty  ini dikelola di sebuah becak yang diberi nama Bevak Pokos, Nama ini juga sekaligus merek madunya yakni Madu Bevak Pokos . Proses produksinya pun melibatkan Mama-Mama Papua yang tinggal di sekitar rumahnya.

Apa yang dilakukan Hesty menjadi sebuah praktik baik dalam pemanfaatan hasil hutan non kayu.

Dirinya memilih memanfaatkan hasil hutan tanpa merusak rantai produksi hasil hutan yang melimpah di wilayah perbatasan yang juga masuk ke dalam Wilayah Balai Taman Nasional Wasur.

Hal ini  tak terlepas dari kegiatannya yang  senantiasa mengajarkan tentang lingkungan sekitar tempat mereka tinggal yang sumber daya alamnya masih sangat melimpah dan bisa dimanfaatkan tanpa merusak ekosistem alam.

Dirinya menceritakan bagaimana niatnya untuk membangun dan  menjaga kelestarian alam kampungnya dengan kembali mengabdi menjadi Guru Sekolah Dasar di  Kampung Yanggandur.

“Saya bersekolah menjadi guru agar bisa kembali ketempat asal saya  membangun masyarakat di sana agar mereka bisa menjadi penerus yang baik dalam  mengelola sumber daya alam yang melimpah,” ujar Hesty

Hal ini dibuktikan Hesty  dengan  memperlihatkan  kekayaan alam dari Hutan Yanggandur  dengan membudidayakan  madu yang berkualitas yang dihasilkan oleh lebah  endemik Hutan Yanggandur.

Budidaya Madu Pokosnya juga memanfaatkan sekeliling pekarangan rumahnya, ini terlihat saat mengunjungi rumahnya, terlihat sejumlah rumah Lebah mirip kotak surat berdiri kokoh.

Pemberdayaan masyarakat lokal, dilakukan baik dalam membudidayakan lebah, proses pemerasan, pengemasan dan pemeliharan budidaya madu.

Madu yang ia budidayakan  merupakan madu hutan murni yang dihasilkan dari jenis lebah Aistroplebecia Cincta  dan lebah Tetragonullla  CF Mellipes  dimana, kedua madu ini termasuk kategori  lebah madu tanpa sengat.

Hesty mengatakan lebah yang ia budidayakan menjadi spesial karena  lebah Austroplebecia Cincta merupakn jenis lebah endemik karena hanya terdapat di Papua Selatan, Papua Nugini dan Australia.

Meski sekali melakukan panen harus menunggu selama kurang lebih 8  bulan lamanya, namun tak menyurutkan semangat Hesty dan komunitasnya untuk tetap melakukan budidaya lebah madu endemic. Pasalnya  dari segi durasi panen Ini tentu berbeda dengan proses panen madu lainya yang dapat dipanen 3 bulan sekali.

Namun usaha yang mereka lakukan tak sia-sia, pasalnya  madu yang mereka budidayakan sudah dikenal luas oleh masyarakat Merauke.

Berhasilnya pun nampak saat mengikuti  event pameran UMKM  dan menjadi finalis  dalam ajang nasional yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.