Bangun Konektivitas Di Hari Disabilitas dan Noken Internasional Lewat Gerakan Menoken

Budaya, Humanis14 Dilihat
Share

Lensa Merauke  – Hari Disabilitas Internasional yang dirayakan setiap 3 Desember dan Hari Noken Internasional yang ditetapkan pada 4 Desember menjadi sebuah momentum penting dalam membangun sebuah konektivitas layaknya Noken, tas tradisional dari Papua yang memiliki sejumlah filosofi.

Noken sendiri telah mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai warisan budaya takbenda dunia.

Filosofinya yang menarik antaranya, simbol kehidupan yang baik, cinta perdamaian, kesuburan, kelenturan dan keterkaitan menjadi sebuah awal bagi Samdhana bersama sejumlah aktivis di wilayah Papua memulai gerakan membangun konektivitas yang diberi nama Gerakan MeNoken.

Di Papua Selatan, tepatnya di Merauke peringatan Hari Disabilitas Internasional dan Hari Noken Sedunia dilakukan dengan membangun konektivitas antar kelompok warga. Dalam upaya tersebut Samdhana bersama para penggerak Gerakan Menoken Animha menghadirkan penyandang disabilitas, pelajar, kelompok pengrajin, petani serta pemuda di aula gedung SMA 1 Merauke pada 2 Desember 2023.

Sesuai tujuan Gerakan Menoken, Peringatan Hari Disabilitas Internasional dan dan Hari Noken Internasional dikemas dalam berbagai kegiatan sesuai filosofi Noken.

Samdhana melalui 2 perwakilannya Roki Aloisius dan Yuniken membagikan isi Noken dengan memaparkan makna Gerakan MeNoken dihadapan para peserta yang duduk dengan pola setengah lingkaran.

Secara garis besar, keduanya memaparkan  bagian dari Gerakan Menoken. Meski Gerakan Menoken fokus pada 3 aspek yakni  Menoken (berbagi isi Noken )  itu sendiri, pemulihan tanah dan air serta memBUMA atau badan usaha yang dimiliki oleh Masyarakat adat. Namun saat ini di Papua Selatan masih difokuskan pada penguatan Gerakan Menoken terlebih dahulu.

Sebagai implikasi dari Gerakan Menoken di momen Hari Disabilitas, seorang penyandang disabilitas daksa diajak untuk  membagikan kisah kisahnya yang  berjuang untuk menggapai mimpinya di hadapan para peserta yang hadir saat itu.

Tak hanya itu, untuk membangun konektivitas dengan para penyandang disabilitas utamanya penyandang disabilitas tuli, juga dilakukan sosialisasi bahasa isyarat bersama penyandang disabilitas tuli dengan perantara para praktisi Gerakan Menoken.

Meski gerakan yang dibangun pada Mei 2021 lalu ini difokuskan pada Gerakan Menoken, namun aspek lainnya seperti memulihkan tanah dan air serta memBUMA mulai didorong secara perlahan ke khalayak umum.

Di sela kegiatan juga dikoneksikan dua aspek  Gerakan Menoken lainnya dengan memamerkan hasil kerajinan tangan berupa Noken yang dirajut oleh komunitas Pengrajin Papa Marba, pesta pangan lokal serta penanaman pohon di halaman sekolah yang menjadi lokasi kegiatan saat itu.

Roki Aloysius selaku perwakilan Samdhana wilayah Papua menyebut terkait relevansi di Papua Selatan,  Gerakan Menoken disesuaikan dengan kondisi yang ada, tidak harus dijalankan secara bersamaan sekaligus.

“Mengembangkan BUMA  belum relevan dilakukan di Papua Selatan, tetapi kita bisa memulai dengan Menoken untuk memperkenalkan BUMA seperti yang dilakukan saat peringatan Hari Disabilitas dan Hari Noken Internasional semisal memamerkan karya Noken,” ujar Roki.

Gerakan Menoken Diharapkan Terus Berjalan

“Karena teman-teman ini sudah banyak melakukan gerakan memulihkan tanah dan air, itu sudah cukup hanya  dan tinggal bagaimana ini dikembangkan dengan kegiatan yang lebih besar dan melibatkan banyak orang,”

Menurut Roki,  Gerakan Menoken sudah berjalan dan diharapkan kegiatan menoken ini terus berlanjut. Lewat sejumlah diskusi yang digelar Samdhana bersama para praktisi Gerakan Menoken diharapkan kegiatan Menoken bisa berjalan lebih intens dan menyentuh aspek lain dari gerakan menoken yakni memulihkan tanah dan air.

Di wilayah Papua Selatan, Kata Roki,  sejauh ini upaya pemulihan tanah dan air telah dilakukan dengan cara  penanaman mangrove, hal tersebut menjadi langkah awal yang baik untuk terus  memperlebar jangkauan aspek pemulihan tanah dan air , semisal mencari data pasti  luas wilayah mengalami deforestasi. Hal ini tentunya penting dalam gerakan memulihkan lingkungan  secara bersama sama dengan kolaborasi lintas sektor  jika data seperti luas wilayah deforestasi diketahui secara pasti.

“Disini juga ada program lain yang sudah dibangun misalnya dengan dengan petani kopi di Muting dan dari Ongayya. ini bisa fokus ke depan dengan kegiatan itu,” tambah Roki

Pada aspek memBUMA, Gerakan Membangun Badan Usaha  Masyarakat Adat juga dilakukan melalui gerakan awal dengan merajut komunikasi dengan sejumlah kelompok yang beranggotakan orang Asli Papua, sebut saja pengrajin Noken dari Komunitas Papa Marba dan perempuan pembuat Virgin Coconut Oil (VCO) di Onggaya, Merauke.

Direktur Papua Paradise Centre, Marten Ayub Luturmasse yang terlibat langsung dalam kegiatan Gerakan Menoken menyebut bahwa sejumlah upaya terus dilakukan dalam mendorong Gerakan Menoken menyentuh seluruh aspek.

Menurut Ayub, gerakan awal yang mereka lakukan dengan melakukan komunikasi secara intens dengan para komunitas komunitas kecil yang menjadi dampingan mereka. Dorongan untuk menuju kearah pembentukan  BUMA juga terus dilakukan dengan membangun komunikasi dengan lintas sektor terkait.

Sementara, Yuniken satu di antara perwakilan Samdhana secara singkat menyebut jika inti dari Gerakan Menoken adalah untuk membangun konektivitas.  Meski saat ini Gerakan Menoken dalam proses untuk mencapai 3 aspek utama, Namun  hal penting dari 3 aspek tadi bagaimana nilai-nilai dalam filosofi Noken bisa disumbangkan dari Papua ke seluruh wilayah di Nusantara.***