Cerita Monitoring Gerakan Menoken  di Batas Timur

FEATURE23 Dilihat
Share

Gerakan Menoken di perbatasan Republik Indonesia dengan negara Papua Nugini telah berjalan beberapa tahun di Merauek Papua Selatan.

Gerakan yang berlandaskan filosopi Noken ini terlah berhasil membangun jejaring antar para penoken.

Pada tanggal 27 31 Mei lalu, Samdhanan Institute selaku lead Gerakan Menoken ini menyempatkan untk melakukan monitoring terhadap jaringan Gerakan Menoken di Bumi Anih Ha.

Selama 6 hari, sejumlah tempat yang menjadi dampingan para nokeners disambangi satu persatu oleh Tim Samdhana Institute.

Dimulai dari Muting, Kampung Yanggandur hingga ke Kota Merauke.

Ada hal menarik kala melakukan monitoring di Kampung Yanggandur, Distrik Sota, Kabupaten Merauke.

Sambutan Hangat Tokoh Adat Suku Kanum

Kala itu, para penoken berkesempatan bertemu dengan satu diantra tokoh adat Suku Kanum, Bapak Jeremias Ndimar.

Seorang Penoken bertutur bahwa , sambutan tokoh adat Suku Kanum begitu hangat dan mengapresiasi gerakan menoken  dan Samdhana Institute, bahkan dirinya menawarkan untuk terlibat dalam dan konsen dala upaya pelestarian budaya utamanya di Wilayah Perbatasan RI-PNG.

“Jadi dia itu sangat menerima sekali gerakan menoken maupun gerakan Samdhana Institute, beliau juga ingin ikut terlibat dan konsen terhadapat pelestarian sumberdaya,” kata Yune, satu diantara penoken aktif di Papua Selatan.

Meski pertemuan dengan Jeremias Ndimar  singkat, namun tokoh adat ini menitipkan para pemuda dan anak-anak di wilayah perbatasan RI-PNG untuk digerakkan dalam upaya pelestarian budaya yang terus tergerus.

Pasalnya, Jeremias Ndimar berharap, kedepannya Suku Kanum dapat berdiri menjadi satu suku yang diakui berdasarkan letak geografis dan adat istiadat yang telah mereka lalukan selama turun-temurun.

“Kedepannnya itu beliau punya mimpi bahwa suku kanum berdiri menjadi salah satu suku yang diakui, melihat dari letak geografis budaya dan juga kebiasaan dan juga yang berbeda dengan suku marind lainnya,” tambah Yune.

Merespon dukungan dari tokoh adat, Gerakan Menoken akan terus dikembangkan di wilayah perbatasan negara.

Yune mengatakan selainkebudayaan, Gerakan Menoken juga difokuskan untuk pengembangan bahasa Kanum

Makanya, kedepannya kita akan tersu menoken kearah sana .karena kita mau mengembangkan selain budaya , didalammya juga kita konsen menoken dalam dengan ppc dengan samdhan dan fokus pengembangan ke bahasa kanum sendiri, dengan mencari penutur yang mampu mengajarkan dan menyebarkan bahasa Suku Kanum setidaknya pada generasi suku Kanum.

Cerita Dari Petani Kopi Muting

Sebelum cerita dari Yanggandur, sebelumnya Penoken Anim-Ha dan tim Samdhana Institue terlebih dulu berkunjung ke Kampung Seed Agung di  Distrik Muting.

Di sana, para penoken berbagi isi noken dengan mendengar cerita dari Masyarakat dan petani sekira 25 orang petani kopi

Gerakan ini merupakan tindak lanjut dari gerakan menoken yang pertama dilakukan kala itu, dan mendapat sambutan dari petani di sana.

Sebelumnya, berbagai cerita soal kopi di bagikan dengan petani kopi diKampusng Seed Agung. Semisal bagaimana memperhatikan kualitas kopi hingga bagaiman mengelola kelompok petani kopi dengan gaya menoken.

Pertemuan yang dilakukan berdampak pada semangat para petani kopi untuk terus mengembangkan tanaman kopi disana,  terlebih setahun setelah pertemua dengan penoken. Gerakan budidaya kopi terus digalakkan hingga saat ini.

Kegiatan menoken yang kedua kali ini, bersama petani, penoken membagikan ide soal penentuan harga jual kopi yang saat ini makin dikenal sebagai produk andalan Merauke. Dan dari cerita, para petani disebut telah mampu menentukan harga jual kopinya sendiri.

Tak hanya berhasil menentukan harga jual kopi saja, pengembangan usaha kopi di Kampung Seed Agung terus berlanjut, bahkan saat ini telah berhasil membentuk Badan Usaha Milik Kampung (BUMKAM) dan juga memiliki sejumlah alat produksi pengolaha kopi.

Dalam kunjugan kali ini penoken juga mendorong untuk mebuat warung kopi berbasis ekowisata, semisal warga yang berkunjung dapat langsung menikmati kopi sekaligus melihat langsung proses pengolahan kopi secara tradisional.

Saat ini, Petani Kampung Seed Agung  memiliki  lahan khusus untuk pengembangan kopi dengan pembibitan yang dilakukan oleh petani kopi sendiri.

Menariknya,bibit kopi yang dikembangkan petani  dibeli oleh pemerintah kampung dan dibagikan kepada petani kopi. Masing masing  petani di Kampung Seed agung dijatah  38 bibit kopi untuk ditanam dilahan masing-masing.

Kedepannya, Penoken dan Samdhana akan mendorong BUMKAM untuk membuat kemasan dal label sendiri. Dorongan-dorongan semacam ini terus dilakukan agar kedepan juga dapat bermuara pada Badan Usaha milik Masyarakat Adat  (BUMMA).