Lensa Merauke – Sebelum memulai tulisan tentang Sonya, saya ingin bertanya sejauh mana pemahaman anda soal Kesehatan mental ?
…………………………………………………udah, googling aja……………………………………………………………………………..
Sebelum mengenal Maria Sonya, nama lengkapnya, saya belum begitu memikirkan soal kesehatan mental. Ini berawal saat saya mengambil jeda menuju kasur dengan mengintip status WhatsApp beberapa kontak yang tersimpan di telepon pintarku.
Kala itu, Kaka Yune— panggilan ini sudah saya jelaskan di beberapa tulisan saya sebelumnya— memajang sebuah foto di dinding statusnya dengan caption “kesehatan mental pun penting bagi anak usia dini.”
Saya berpikir, kesehatan mental? anak usia dini? menarik!!!
Seketika itu juga 3 jemariku kuusapkan pada layar ponsel untuk menangkap layar status WhatsApp Kaka Yune, ini sering saya lakukan sebagai bank data pengingat, maklum, ingatanku kadang suka lupa.
Seingatku, ketika pertama kali menginjakkan kaki di Sekolah Alam Paradise, saya hanya mengetahui bahwa Sonya memberikan edukasi dasar soal kesehatan fisik.
Ditambah saat itu, dihadapan sejumlah anak yang duduk melantai, saya melihat Sonya mempraktekkan cara mencuci tangan dengan benar diiringi sejumlah gerakan tangannya.
Tanpa menunggu, saya menghubungi Kaka Yune via WhatsApp, tujuannya menanyakan sekaligus meminta bantuan untuk dipertemukan dengan Sonya. Saya ingin mendengar lebih banyak ceritanya, dan tentunya untuk bahan tulisan ini juga.
Setelah proses itu, kami janjian untuk berdiskusi di sekolah alam.
Singkatnya, Sonya merupakan seorang wanita kelahiran Merauke yang mendedikasikan sebagian waktunya untuk mendampingi anak-anak di sekolah alam belajar dan menjaga kesehatan fisik sekaligus kesehatan mental mereka.
Sonya menyadari arti penting menjaga kesehatan mental terlebih dirinya merupakan seorang penyintas. Saya semakin penasaran, bagaimana bisa dirinya disebut sebagai seorang penyintas?
Di Teras lantai 2, sekolah alam kami melanjutkan perbincangan ini. Sonya bercerita bahwa saat itu, dirinya tidak menyadari jika persoalan yang dialaminya merupakan persoalan mental. Beruntung kala itu, dirinya menempuh pendidikan kesehatan sehingga memberanikan diri menemui psikiater.
Ia memberanikan diri, meski sadar terkadang stigma yang muncul dari orang di sekelilingnya akan berbeda jika mengetahui dirinya bertemu psikiater.
Tak canggung, Sonya menceritakan jika dirinya sempat berpikir untuk mengakhiri hidup ketika mengalami persoalan kala itu, (seketika bulu kudukku berdiri). Beruntung berkat psikiater dirinya kembali menjadi lebih bersemangat, hingga saat pertemuan kami siang itu.
Dari pengalaman yang dialaminya, dirinya berupaya untuk setidaknya bisa menghindarkan anak-anak dari gangguan kesehatan mental, karena bisa berdampak buruk jika tak ditangani sejak dini.
Karena pentingnya hal tersebut bagi Sonya, maka sejak April 2023 lalu, dirinya secara rutin 2 kali dalam seminggu, mendampingi dan menggali masalah dan memecahkan persoalan -persoalan yang dapat mengganggu kesehatan mental yang dialami oleh anak sekolah alam .
Menariknya, Sonya melakukannya secara sukarela, tanpa menerima upah sepeserpun dari sekolah alam.
Menurut Sonya, pendampingan yang dirinya lakukan dengan berbagai pola pendekatan, hal tersebut agar anak anak berani mengungkapkan hal-hal kurang nyaman yang mereka alami.
Selama pendampingan, Sonya menemukan berbagai bentuk perundungan yang dialami oleh anak sekolah alam. Dan dirinya bersyukur, bersama pengurus sekolah alam setidaknya sejumlah persoalan mental anak dampingan mereka bisa diatasi secara perlahan.
Sonya mencontohkan perundungan bisa mengakibatkan stres berat bagi anak anak yang terjadi dalam waktu yang lama, dan pada akhirnya anak akan merasa kesepian. Terlebih jika anak tinggal pada lingkungan yang buruk.
Bagi wanita berkaca mata ini, kesehatan mental tidak hanya penting bagi orang tua maupun orang dewasa saja. Namun juga bagi anak-anak. Mengajak untuk bercerita dan meluapkan emosi merupakan salah satu upaya merawat kesehatan mental.***